Selamat Datang di Situs Lembaga Pers Mahasiswa Sinar FIP Universitas Trunojoyo Madura

Selasa, 23 Mei 2017

Ketika UKM-F Teater Sabit Mengundang Afrizal Malna




Afrizal Malna (Foto: Dok. Ade Vika, PDD Seminar Nasional Teater Sabit)



WARTA SINAR - “Apakah betul teater itu selalu berorientasi ke pertunjukan? Lalu apa hasilnya selama ini? Apakah ia memberikan kontribusi? Apakah publik jadi ikut berkembang?” Demikian pertanyaan Afrizal Malna membuka Seminar Nasional, yang diselenggarakan oleh UKM-F Teater Sabit, Universitas Trunojoyo Madura, Selasa (23/5/2017).

Khusus Dies Natalis ketiga tahun ini, UKM-F Teater Sabit mengundang Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta itu. Dengan tema seminar “Melihat kembali Madura dalam Mata rantai Teater dan Sastra”. Sejumlah aktivis kesenian hadir memenuhi ruang kursi peserta.

Tampak penyair Timur Budi Raja duduk dalam ruangan. Seminar bergaya diskusi santai itu juga dihadiri beberapa dosen Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, UTM. Tak luput antusiasme mahasiswa baik dari fakultas ilmu pendidikan maupun fakultas lain. Hal itu terlihat dari banyaknya peserta seminar yang aktif bertanya, salah satunya Safif.

“Bagaimana jika saya membentuk kelompok pertanian di desa, sembari berdiskusi dan membaca. Mungkin kalau bisa, juga menciptakan suatu pertunjukkan kesenian?” Tanya pendiri UKM-F Teater Sabit itu.

Antusiasme tersebut langsung dijawab oleh Afrizal Malna, bahwa memadukan komunitas pertanian sekaligus komunitas seni sangat dimungkinkan. Lebih lanjut, peraih khatulistiwa award 2013 untuk buku puisi “Museum Penghancur Dokumen” itu berujar, sains dan seni pun harus dipadukan. Hasil riset akademisi bisa dipentaskan dalam pertunjukkan teater.

Mahasiswa semakin antusias kala moderator, Ahmad Jamiul Amil, M.Pd., mempersilakan peserta untuk bertanya. Diskusi dialogis pun terjadi kala Afrizal Malna memaparkan konsep “dinding” yang dijelaskannya guna menelusuri jejak teater di Madura.

“Bagaimana teater itu kita jadikan media untuk mapping, melihat kembali mata rantai produksi di teater. Dan setiap mata rantai itu kita kembangkan menjadi sesuatu!” Ucapnya memicu berbagai pertanyaan dari peserta.

Acara seminar pun berlangsung santai, tapi dengan pembahasan serius. Sastrawan nasional itu membubuhi materi dengan bahan bercandaan ringan, analogi, cerita sejarah, dan contoh dalam kehidupan nyata. Membuat ruangan yang dingin menjadi lebih hangat. Para peserta secara bergantian menanyakan perihal teater, khususnya teater di Madura.

Kendati seminar nasional ini telah dilaksanakan, Afrizal Malna tetap berada di Madura hingga 24 Mei 2017.  Pada malam pentas naskah monolog “Matahari Terakhir” yang diperankan oleh Kopet Petteng dan “Perempuan Harum Kamboja” yang diperagakan oleh Yuni JN, secara langsung Afrizal bertindak sebagai komentator. (GG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Alamat Kami

Jln. Raya Telang - Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Trunojoyo Madura

Follow Us

Designed lpmsinar Published lpmsinar_fkipUtm