Menjadi perantau di kota Ganjur
memang, menjadi suatu pilihan hidupku ketika
kedua orang tuaku di desa yang berpenghasilan tak lebih dari 500 ribu rupiah
perbulan tak sanggup
menyekolakan aku lagi dan menyuruhku bekerja demi menutupi kekurangan kebutuhan
hidup yang semakin terhimpit. Ya gara-gara masalah yang sangat penting uang dan
uang. Haduuh uang-uang,kapan ya aku bisa menggengamu sebanyak mungkin dan
melepaskan jerat pendidikan dari lorong sempit ini.
“Mengapa kau begitu gelisah nak?”
sahut bapak Jiun teman mulungku yang sedari tadi sengaja mengawasiku dari jauh.
Aku lagi kepikiran sama pendidikan di Negara kita ini pak. Indonesia.”lah
memang kenapa nak sama pendidikan kita?” aku sangat kecewa dulu bapak, aku
hanya bisa bersekolah sampai tingkat sekolah dasar saja, itupun hasil kerja
keras orangtuaku banting tulang ngutang sana-sini buat kebutuhan beli
seragamku, buku pelajaran dan sepatuku.
Pagi tadi aku sempat sekilas membacara
di Koran harian kalau pendidikan itu gratis sampai 9 tahun dan anak-anak di
Indonesia harus wajib belajar 9 tahun. Aku terus menyimak berita tersebut
sampai habis, apa benar–benar pemerintahnya ini mengratiskan pendidikan kita.
Kalau toh gratis pasti aku sangat bahagia sekali. Syukur syukur aku bisa
melanjutkan sekolahku lagi.
“Nak, kamu tetap semangat ya, bapak hanya bisa mendoakanmu
saja. Anggaplah aku sebagai orang tuamu sendiri, tepukan tangan bapak Jiun
dipundakku. Iya pak” terima kasih. doa-doa
yang menyertaiku seakan menambah lecutan semangatku ingin meraih pendidikan
yang tinggi, sederajat dengan mereka-mereka kaum mampu.
Kulanjutkan lagi perjalananku menyusuri gorong-gorong kota
mengais rejeki dari sisa orang, mengumpulkan botol bekas,kardus bekas dan
kaleng yang berserakan di jalan atau yang ada di tempat sampah. Tepat pukul 12
malam dan kurasai sudah sekarung penuh hasil pulunganku aku mengistirahatkan
diri. Tidur di emperan jalan beralaskan ubin lantai yang dingin dan
nyamuk-nyamuk yang merefleksi tubuhku dengan gratis menghisap setetes darah
jernih tubuhku.
###
Matahari telah nampak dari timur,
tanda pagi sudah menjelang kubergegas ketempat distributor Koran mengambi
ljatah Koran, yang harus
kujajakan setiap hari di sudut kota, 2 bendel Koran yang berjumlah 50 buahpotong Koran dengan nominal uang
150 ribu rupiah haruskujajakanhabis. Setiap potong Koran aku mengambil untung
500 perak kalau ada 50 potong aku dapat mengantongi 25 ribu perharinya cukup
untuk membeli 3 bungkus nasi dengan lauk tahu, tempe dan esteh.
“Koran koran koran, buk, pak, koran
mau beli ta?” “Iya dik beli
koranya satu.”Pelangan pertama mengawali hariku ini. Terik matahari pada pagi
ini tak mengurangi setiap jengkal kakiku untuk melangkah menyusuri jalan dan
menjajakan koran. Meskipun perut ini sudah merontah-rontah untuk harus di isi.
Tapi sepeser uang pun aku belum punya, ya terpaksa aku
harus menahan dan menahan lapar ini sampai terkumpul semua uangku dan membeli
nasi bungkus.
Hampir menjelang sore koranku masih
tersisa 20 potong, perasaan bingung
melanda diriku. Lantaran beritanya takut basi dan orang-orang tak mau membeli
koranku, aku akan merugi, itu suatu ketakutan teramat, uang dan uang itu saja
masalahnya bukan kesehatan, Tuhan
telah memberikan rahmat yang tiada tak terkiranya kepada diriku. Di umurku yang
hampir menginjak 17 tahun aku tak pernah merasakan kesakitan yang teramat pada
diriku, meskipun jarang makan dan jarang istirahat aku tetap dalam keadaan
sehat selalu.
“koran..koran..koran..” “mas beli korannya!” sahut pengendara
motor yang memangilku dari kejauhan. “owh, iya pak mau beli berapa potong
koranya?” “itu ada berapa potong
semua koranmu mas?”“Ini pak masih banyak ada 20 potong!”“Ya sudah kalau begitu
bapak beli semuanya, ini sudah sore orang-orang pasti sudah jarang yang mau
beli koran, kalau tidak pagi hari mas.”“iya pak,makasi yang banyak bapak sudah
mau menolong saya.” “kamu tadi sudah makan ?” tanya bapak“kebetulan
saya dari tadi pagi belum makan pak.”“Owalah, ya
sudah kalau begitu ikut naik ke sepeda bapak, ayo kita ke warung cari makan.”“Beneranta
pak?” Sahutku. “Iya ayo cepat naik ke motor” “ow, iya,iya pak. terima kasih yang banyak sekali lagi.”
Pertemuanku dengan bapak Irwan di
jalan yang berlanjut di warung makan membukakan sedikit pencerahan bagiku. Aku
sempat bertanya lagi kepada pak Irwan tentang kejelasan pemerintah tentang
program wajib belajar sembilan tahun, dan kebutulan pak Irwan adalah seorang
guru yang mengajar di kota Ganjur. “ program pemerintah wajib belajar sembilan
tahun itu semuanya tidak gratis mas, kamu harus membeli keperluan alat tulis,
seragam, sepatu dan tas. Bukan pemerintah mengratiskan semuanya.” Jawab pak
Irwan“owalah jadi begitu ya pak, saya kira pemerintah sudah mengratiskan semua
untuk pendidikan sampai jenjang SMP.”
Lorong sempit pendidikan di Indonesia
harus kutelan lagi pahit-pahit dalam mulutku, menelan pahitnya pendidikan bagi
kaum sepertiku, anak yang hidup di jalanan mengais rejeki menjajakan koran
setiap pagi dan memulung pada malam hari tentu tidak cukup untuk menyisakan
uangku untuk membeli keperluan sekolah, sedang kebutuhan hidupku di kota Ganjur
masih pontang-panting dan harus mengirimkan uang untuk ibu dan bapak di
Loceret. Aku melihat Indonesia itu indah terutama di kota Ganjur ini hasil
kekayaan alamnya melimpah ruah padi, jagung,singkong dan buah-buahan. Tapi
mengapa menyisahkan sedikit anggaran untuk pendidikan gratistissss tidak di
pungut biaya sepeser pun saja belum mampu. Lorong sempit pendidikan bagai tak
pernah terjamah, takut untuk melihat kenyataan bahwa lorong itu begitu sempit,
sampai-sampai aku tak bisa masuk dalam bangku pendidikan.
Ya lorong sempit pendidikan itu, aku Karto cukup berdiri tegak dengan kedua
kakiku, tegak menatap zaman yang keras, aku sudah cukup menelan pahitnya
pendidikanku saja, dan jangan sampai terulang lagi bagi adik-adiku nanti.
Oleh : Dwi prayogaSetywan
ak blog
BalasHapusak blog
deal with stress
earn money
best motivational quotes
digital marketing course
best health tips
ak blog
best general knowledge questions
best on page seo tips
Family Tree Maker Support
BalasHapusFamily Tree Maker
FTM help center
Family Tree Maker 2019
Best genealogy software
Free family tree templates
Family book creator
Family Search
Family Tree Maker Troubleshooting and live chat
Ancestry Login
Family Tree Maker 2019 Review
Best genealogy websites for beginners
Install Family Tree Maker
Free printable family tree templates