Selamat Datang di Situs Lembaga Pers Mahasiswa Sinar FIP Universitas Trunojoyo Madura

Minggu, 18 Juli 2021

Benarkah Pendidikan Tinggi Menjadi Penghambat Jodoh?

 

Ilustrasi : lpmsinar2021


Ada anggapan dalam masyarakat yang masih belum hilang hingga saat ini. Mungkin bisa dibilang anggapan yang ketinggalan zaman. Anggapan itu adalah tentang pendidikan tinggi yang ‘katanya’ bisa menghambat jodoh.  Padahal ‘faktanya’, jodoh, rezeki, dan kematian adalah takdir yang telah diatur oleh Yang Maha Kuasa jauh sebelum penciptaan alam semesta beserta isinya. Terdengar lucu memang jika ada orang yang mengatakan bahwa sekolah tinggi dapat membuat seseorang susah dapat jodoh, khususnya bagi perempuan. Seolah-olah orang tersebut adalah Tuhan Yang Maha mengetahui takdir seseorang. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah benar jika pendidikan tinggi bisa menghambat jodoh?

Kalimat “jangan sekolah tinggi-tinggi nanti susah dapat jodoh, karena laki-laki yang mau mendekat jadi minder”. Seringkali kaum perempuanlah yang mendengar kalimat yang lumayan menyayat hati itu. Miris memang jika kalimat larangan untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan dalih nanti susah dapat jodoh itu dapat membatasi perempuan yang ingin mengupgrade dirinya. Padahal zaman sudah semakin maju, namun pemikiran-pemikiran semacam itu masih saja belum bisa hilang dari masyarakat.

Dahulu R.A Kartini bersusah payah memperjuangkan emansipasi wanita, mengangkat derajat wanita Indonesia agar dapat memperoleh hak-haknya termasuk dalam hal pendidikan. Namun ketika hal tersebut sudah bisa didapatakan dengan mudah pada saat ini, mengapa harus ada kalimat yang seolah membatasi perempuan untuk mendapatkan haknya? Terkadang orang tua lah yang mengatakan hal demikian, hingga melunturkan semangat sang anak dan seolah membatasinya.

Menilik kembali keadaan masyarakat di desa-desa, khususnya para orang tua yang pemikirannya masih menganggap bahwa perempuan tidak usah melanjutkan sekolah tinggi-tinggi nanti susah dapat jodohnya. Dan biasanya mereka akan menambahkan kalimat “toh nanti juga kalo sudah menikah, bakal ngurus rumah, anak, dan suami”. Seolah pendidikan yang tinggi tidak dibutuhkan ketika sudah berumah tangga nanti.

Kadangkala faktor dari laki-laki itu sendiri yang terlalu overthinking tentang jenjang pendidikan seorang perempuan. Kadang mereka minder karena merasa tidak pantas bersanding dengan perempuan tersebut. Namun ada juga yang takut menikah dengan perempuan yang memiliki pendidikan tinggi karena nantinya bisa saja merendahkannya. Contoh kalimat yang kebanyakan dilontarkan laki-laki tentang perempuan yang berpendidikan tinggi, “wih S2 yakali aku nikah sama dia, bisa-bisa nanti aku disuruh-suruh” begitu kira-kira, tapi memang tidak semuanya. Padahal itu belum tentu terbukti kebenarannya. Mereka menganggap perempuan yang pendidikannya tinggi akan merendahkan dirinya ketika berumah tangga nanti, sehingga tidak jarang kebanyakan laki-laki akan mencari perempuan (pasangan) yang pendidikannya setara dengannya atau dibawahnya.

Dari hal-hal diatas semestinya  laki-laki tidak perlu minder dengan perempuan yang berpendidikan tinggi. Perempuan berpendidikan tinggi bukan untuk merendahkan derajat laki-laki, bukan juga untuk menyuruh-nyuruh, melainkan untuk bekal menjadi seorang ibu yang cerdas bagi anak-anaknya nanti. Bukankah ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya? Ibu yang baik dan cerdas, akan melahirkan generasi yang baik dan cerdas pula. Selain itu memiliki istri yang berpendidikan adalah suatu keberuntungan, karena ketika dalam rumah tangga menemukan masalah dan tidak tahu pemecahannya, bukankah dia (istri) bisa menjadi teman diskusi dan memberikan solusi. Teman hidup yang senantiasa mengarahkan dan membimbing untuk sama-sama menjadi lebih baik. Sama-sama saling mengerti dan memahami.

Perlu diketahui bahwa dalam rumah tangga nantinya seseorang tidak hanya hidup dengan fisik dan wajahnya saja, namun juga dengan karakter, kebiasaan, dan pola pikirnya. Dalam rumah tangga tidak ada istilah suami harus lebih pintar, sedangkan istri harus biasa saja,  suami bergerak, dan istri diam saja. Padahal yang namanya rumah pondasinya harus seimbang, jika berat sebelah bangunanya bisa roboh. Apalagi rumah tangga, semuanya harus beriringan saling mengisi kekurangan untuk menguatkan satu sama lain.

Ada sebuah kutipan dari Abu Abdurrahman Al-Faruq, beliau mengatakan “mendidik anak tidak bermula ketika sepasang suami istri berubah status menjadi ayah dan ibu. Mendidik anak bermula ketika seorang lelaki memilih seorang wanita untuk menjadi pasangan hidupnya”. Oleh karenanya jika seorang laki-laki memiliki impian mempunyai keturunan yang baik dan cerdas, maka pilihlah perempuan yang dapat melahirkan dan mendidiknya dengan baik seperti yang diharapkan. Karena anak tidak bisa memilih lahir dari ibu yang seperti apa, namun dirimu bisa memilihkan ibu yang pantas untuk melahirkannya.

Dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, maka pendidikan tinggi tidaklah menjadi sebuah faktor penghambat jodoh. Namun sebaliknya, pendidikan tinggi mampu membuat kehidupan rumah tangga nantinya menjadi lebih baik. Jika memang ada seseorang yang berpendidikan tinggi namun jodohnya masih belum datang itu bukan salah pendidikannya, namun memang belum takdirnya saja. Karena setiap orang memiliki takdirnya masing-masing, tidak bisa disamakan satu sama lain. Tidak ada salahnya untuk memperbanyak doa dan ikhtiar. Karena sejatinya jodoh adalah rahasia Yang Maha Kuasa, manusia hanya bisa berdoa dan berikhtiar untuk mendapatkannya.

Untuk perempuan tidak perlu terlalu mempercayai anggapan tersebut, tetaplah berproses mengupgrade diri. Pendidikan perempuan pada dasarnya bukan untuk menyaingi atau mengalahkan laki-laki (suami), namun untuk bekal mendidik keturunanmu nanti. Ada sebuah quote yang sangat mengena yaitu, “jika hari ini engkau tak mampu mendidik dirimu, niscaya esok engkau tak mampu mendidik keturunanmu”. Dari kata-kata tersebut dapat direnungkan bahwa pendidikan bagi perempuan adalah hal yang sangat penting dan tidak bisa disepelehkan. Karena anak-anakmu kelak berhak lahir dari ibu yang baik dan cerdas. Anak memang tidak bisa memilih lahir dari ibu yang seperti apa, namun dirimu dapat mempersiapkan diri untuk menjadi ibu yang terbaik bagi dirinya, sehingga nantinya dia bangga memiliki seorang ibu sepertimu. Dan jika nantinya ada laki-laki yang ingin bersamamu, namun pendidikannya dibawahmu, tidak perlu ragu untuk menerimanya. Asalkan dia baik, bertanggung jawab, dan dapat membimbing dirimu menjadi lebih baik itu sudah cukup. 

 

N PBSI’19 (LPM Sinar, 15 Juli 2021)

 

 

10 komentar:

  1. Wonderful article, very nice information. Thanks for sharing- ak blog.

    BalasHapus
  2. Matchmaking offers a unique advantage that it neither requires data from other applicants nor compares applicants with each other madalin stunt cars

    BalasHapus
  3. Your storytelling skills are amazing. On this excursion, I had the impression that I was right beside you. Interested in reading more about your exploits. Prestige Southern Star

    BalasHapus
  4. My go-to source for news and amusement is your blog. We appreciate your constant provision of excellent content. Prestige Park Grove

    BalasHapus

Alamat Kami

Jln. Raya Telang - Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Trunojoyo Madura

Follow Us

Designed lpmsinar Published lpmsinar_fkipUtm