Selamat Datang di Situs Lembaga Pers Mahasiswa Sinar FIP Universitas Trunojoyo Madura

Jumat, 09 Oktober 2015

Tentang cita-cita, bukan sebatas pajangan

Bukan sebatas lambang untuk dipajang, melainkan cita-cita yang harus diwujudkan. Ungkapan klise yang sering didengungkan. Siapapun bisa mengungkapakan kalimat itu tapi sayangnya tak semua orang pandai memaknai kalimat bersahaja itu.
Hampir 70 tahun Indonesia dikobarkan bahwa Indonesia telah merdeka. Tapi nyatanya? Jauh dari kata merdeka. Merdeka dalam arti sebenarnya, bukan tentang tumpang tindih yang merajalela antara penguasa dan jelata seperti saat ini. Bukan juga tentang kriminalisasi yang membabi buta. Membantai siapapun demi apapun tak peduli harga diri. Bukankah telah menjadi hak setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh kedamaian dalam hidup?
            Bukan bermaksud menyalahkan stake holder Indonesia. Namun negara kita punya tujuan yang sudah termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu, 1) merdeka, 2) bersatu, 3) berdaulat, 4) adil, dan 5) makmur. Jelas sudah tujuan dari segala tindak tanduk negara Indonesia.
            Namun apalah guna teori jika tidak diimbangi dengan aplikasi yang selaras. Tak ada gunanya juga semua warga Indonesia hafal dengan tujuan negara Indonesia namun tak punya kemauan untuk memaknai lebih apa yang tersirat dalam tujuan tersebut. Sesuatu yang fitrahnya berharga namun tak dapat memaknai, maka sesuatu tersebut tak ada harganya. Sama halnya dengan dasar filsafat negara kita, Pancasila. Founding father kita bersusah payah merumuskan dan memperjuangkan dasar itu bukan semata untuk formalitas, melainkan mereka punya harapan besar kepada kita untuk meneruskan perjuangan mereka dengan berbekal ilmu dari mereka.
            Percayalah, mereka pasti menggelengkan kepala jika mereka mengetahui bahwa jati diri Indonesia yang dulu segenap hati diperjuangkan kini telah berada diujung tanduk. Semakin berkembangnya zaman tak diimbangi dengan penegakan moral yang seharusnya, namun semakin berkembangnya zaman membuat sifat amoral berserakan dikalangan para penerus bangsa. Pelan tapi pasti menggerogoti keutuhan negara.
            Banyak dari kita lupa atau bahkan membutakan diri dari sejarah. Bagaimana mudahnya para bapak negara kita menyandingkan nyawa mereka demi sebuah kehormatan bangsa. Bangsa Indonesia, bukan yang lain. Sedangkan kita? Sebagian dari kita dapat memaknai saja sudah syukur.
            Berbicara tentang nasionalisme bukan berarti berbicara tentang siapa yang merasa sok suci atau merasa paling benar. Tetapi tentang bagaimana kita sebagai tonggak bangsa secara sadar bersama belajar,bangkit, dan terus berjuang meneruskan tongkat estafet kemerdekaan bangsa. Bukankah itu mudah jika kita bisa bertenggang rasa bersama?

Dirgahayu Pancasilaku – 01 Juni 2015.
Semoga engkau selamanya kekal sebagai tanda betapa mahalnya engkau bagi bangsa kami. Sebagai tanda tonggak sejarah peradaban Indonesia yang terlalu berharga untuk diabaikan begitu saja. Semoga bukan hanya pengharapan baru yang mulai terlahir, namun tindakan baru juga mulai terlahir dari sini.

Dari kami yang sama sepertimu.

2 komentar:

Alamat Kami

Jln. Raya Telang - Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Trunojoyo Madura

Follow Us

Designed lpmsinar Published lpmsinar_fkipUtm