Selamat Datang di Situs Lembaga Pers Mahasiswa Sinar FIP Universitas Trunojoyo Madura

Jumat, 30 April 2021

FIP Sambut Baik Wacana Luring 2021

 
Doc : Lpm Sinar

Warta Sinar- Wacana pembelajaran secara Luar Jaringan (Luring) kembali ramai terdengar. Kabar ini kembali mencuat setelah terbitnya Surat Keputusan Bersama 4 Menteri (Mendikbud, Menag, Menkes, dan Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19. Pemerintah mengumumkan bahwa institusi pendidikan dan sekolah bisa melakukan pembelajaran tatap muka secara terbatas pada tahun ajaran baru mendatang, yang dimulai Juli 2021. Wacana ini disambut baik oleh civitas akademika Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Trunojoyo Madura.

Sulaiman selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan dalam wawancara via Whatsapp (29/4) mengatakan sepakat jika pembelajaran nanti dilaksanakan secara luring. Ia menerangkan bahwa nantinya pihak Universitas maupun Fakultas harus menyiapkan di depan ruangan alat-alat protokol kesehatan guna mendukung wacana ini.  

”Saya sepakat jika pembelajaran secara luring, namun tetap dengan luring terbatas. Kelas maksimal diikuti oleh 50% mahasiswa dari rombongan belajar yang seperti biasanya. Kemudian protokol kesehatan harus diperhatikan, menggunakan masker, mencuci tangan, cek suhu, pelindung muka, dan hand sanitizer.” Ungkapnya.

Sulaiman menambahkan, mengenai vaksinasi mahasiswa menjadi kewenangan pemerintah daerah. Berkaca ketika dosen divaksin bulan yang lalu maka yang mengkoordinasikan adalah dinas kesehatan Bangkalan. Selain itu, Jika wacana luring benar dilaksanakan mahasiswa harus menunjukkan hasil tes Swab yang menunjukan hasil negatif agar bisa mengikuti perkuliahan secara luring.

Wanda Ramansyah, Kaprodi Pendidikan Informatika menyambut baik dengan diadakannya perkuliahan secara tatap muka. Ia mengatakan bahwa dalam pembelajaran daring praktium tidak bisa berjalan secara maksimal.  

“Saya setuju saja, asal kesadaran protokol dijalani. Juga ada dukungan dari kampus dan semua elemen yang ada didalamnya.” Imbuhnya dalam wawancara bersama kami via Chat WhatsApp (29/4).

Sementara itu, Risma Abrilia, mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia mengungkapkan setuju dengan pembelajaran yang akan diselenggarakan secara luring di semester depan. Menurutnya kuliah daring sangat melelahkan.

“Harapan saya dalam pembelajaran luring nanti. Yang pertama adalah pembelajaran yang dapat terlaksana dengan baik walau ditengah pandemi, tentunya dengan protokol kesehatan yang diterapkan. Selanjutnya pembelajaran bisa dilakukan dengan menyenangkan seperti biasanya, tanpa terhalang kendala sinyal dan jaringan.” Harapnya. (Mq/Ul/Um)

 


Read more ...

Rabu, 21 April 2021

Tuntutan Perempuan: Masak, Macak , dan Manak


Perempuan adalah manusia yang selalu ingin dimengerti dalam hidupnya, paling ribet, cerewet, menganggap dirinya selalu benar, dandannya lama, dan sering overthingking.  Padahal selain itu, perempuan sendiri memiliki banyak kelebihan. Seperti memiliki perasaan yang lembut, insting yang kuat, apalagi seorang ibu pada anaknya. Pasalnya, dalam kehidupan seperti saat ini perempuan memiliki banyak peran penting. Dulu R.A. Kartini memperjuangkan emansipasi wanita terutama dalam hal pendidikan. Sekarang, bisa dikenal banyak perempuan yang menjadi influencer dari berbagai kalangan, seperti Najwa Sihab, Merry Riana, dan sebagainya. Namun di balik semua itu, banyak kalangan masyarakat yang menganggap perempuan kodratnya hanya harus bisa masak, macak, dan manak. Bahkan perempuan tidak perlu sekolah tinggi. Hal itu dikarenakan banyak kebijakan yang dianggap telah membatasi hak perempuan. Sehingga menyebabkan perempuan tidak memperoleh jaminan hidup yang layak khususnya dalam kesempatan memperoleh pendidikan dan terhambat dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Dalam sebuah artikel, Ki Hajar Dewantara mengingatkan mengenai kodrat perempuan. Beliau mengingatkan tentang perempuan dengan titah yang sangat indah dan bahasa yang menyentuh, “Sebenarnya hidup perempuan itu semata – mata mengandung lambang kesempurnaan hidup manusia di dunia. Dalam hidup perempuanlah kita lihat segala tanda – tanda dan petunjuk atas wajib kita manusia hidup selaku makhluk Tuhan di dunia. Dalam hidup perempuan dapatlah kita insafi firman Tuhan atas hidup kita” (Ki Hajar Dewantara, 1928). Namun, kodrat perempuan sering disalah artikan. Sehingga kehidupan perempuan seolah – olah tidak berarti dan sangat terbatas yang membuat tidak ada kesempatan untuknya dalam berkembang. Padahal perempuan juga termasuk calon pemimpin negara. Setidaknya, ia akan menjadi ibu yang cerdas dan berpendidikan bahkan sebagai sekolah pertama dalam mendidik anak – anaknya kelak.

United Nations mengatakan bahwa perempuan kurang mampu dan tidak berpendidikan rentan mengalami perdagangan manusia. Sehingga dengan pendidikan, perdagangan manusia masih memiliki kesempatan untuk dicegah. Terhambatnya pendidikan saat ini bukan lagi dari hal ekonomi, tetapi karena ketidakpercayaan masyarakat sendiri yang mulai hilang terhadap pendidikan. Hal ini dibuktikan dari pengamatan Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat. Beberapa masyarakat mengatakan status pendidikan setinggi apapun tetap juga akan bekerja pada bidang pekerjaan yang sama. Sehingga masyarakat menarik kesimpulan bahwa untuk apa sekolah tinggi, jika mereka juga bekerja pada bidang pekerjaan yang sama. Masalah ini menjadi perhatian yang sangat serius karena berkaitan dengan pola pikir masyarakat yang pragmatis dan berorientasi pada pekerjaan yang ada. Penyebab itulah menjadi salah satu alasan mengapa sekolah tinggi tidak perlu untuk perempuan. Apalagi kemunculan stereotip yang menjadikan kodrat perempuan hanya harus bisa masak, macak, dan manak.

Masak

Perempuan memang tidak jauh dari pekerjaan domestik, seperti mencuci piring, mencuci baju, mengepel lantai, memasak, membersihkan rumah, mengurus anak, dan sebagainya. Namun, perempuan juga tidak wajib menguasai semua pekerjaan rumah tangga. Rumah tangga sendiri diawali dan dibangun oleh dua orang yang saling mencintai, tetapi mengapa pembagian perannya seolah menyudutkan perempuan begitu. Bukankah seharusnya dari awal kita berdiskusi dengan pasangan mengenai pembagian pekerjaan rumah tangga. Waktu kecil memang kita sering sekali mendengar kalimat “Perempuan itu harus bisa masak”. Terdengar sangat lucu sih perempuan dituntut harus bisa masak. Masak adalah keahlian dasar yang harusnya semua bisa. Jadi, masak itu kemampuan untuk bertahan hidup, semua orang harus bisa masak minimal masak telur ceplok atau nyalain kompor.

Macak

Macak berasal dari bahasa Jawa yang berarti berdandan, merias diri baik rias wajah maupun tata busana. Berdandan dapat menjadi penunjang karir, secara otomatis atasan akan melihat bagaimana cara kita berpenampilan selama berkerja. Tentunya tujuan berdandan yaitu agar terlihat cantik. Cantik memang harus terpancar dari dalam, tapi penekanan cantik tidak melulu soal kecantikan alami, bagian luar juga tidak kalah penting. Sejarah mencatat bahwa makeup sudah mulai digunakan di Mesir sejak 4000 SM. Kala itu, perempuan dan laki – laki sudah mulai membentuk mata menggunakan kohl yang terbuat dari almond yang sudah dibakar, tembaga yang dioksidasi, dan berbagai kandungan mineral lain. Ini merupakan cikal bakal terciptanya eyeliner yang membuat mata jadi lebih tegas dan tajam. Namun, dibalik itu semua Liputan6.com mengatakan bahwa 84% perempuan Indonesia tidak percaya diri dengan kecantikan yang dimilikinya. Perempuan sering membandingkan dirinya dengan orang lain baik secara langsung ataupun melalui media sosial yang menyebabkan rasa percaya dirinya menjadi berkurang. Belum lagi ditambah dengan komentar masyarakat yang kurang menyenangkan berkaitan dengan penampilan dirinya. Dove dalam Indonesia Beauty Confidence Report 2017 menyatakan bahwa 38% perempuan Indonesia suka membandingkan dirinya dengan orang lain. Padahal cantik memiliki definisi yang fleksibel, yaitu tergantung dari bagaimana seseorang melihatnya. Meutia Hatta seorang tokoh perempuan Indonesia mengatakan, kecantikan seorang perempuan akan terpancar melalui hal yang sedang dilakukan, bukan hanya dari penampilan fisik saja. Hal itu memiliki arti bahwa perempuan juga perlu memiliki kecantikan hati. Jadi, pada dasarnya dandan bukan sesuatu yang lebay. Perempuan berdandan itu memiliki kodrat sama seperti perempuan melahirkan. Tidak ada salahnya kita menonjolkan keindahan melalui makeup, karena perempuan memang indah. Namun, kembali lagi pada persepsi pandangan masing – masing setiap orang.

Manak

Manak merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa. Kata ini memiliki arti mempunyai keturunan. Ibu merupakan seorang perempuan yang diberi kepercayaan Allah SWT untuk mengandung, melahirkan, menyusui, serta berperan aktif dalam mendidik, membimbing, dan menjadi teladan bagi anak – anaknya agar menciptakan generasi pemimpin yang dapat membina umat. Hal ini dapat disimpulkan bahwa melalui tangan ibu dihasilkan produk manusia yang mampu membedakan baik dan buruk, serta mengemban tugas untuk melaksanakan kemanusiaan. Namun, tugas untuk mendidik anak bukan hanya dilakukan oleh seorang ibu saja, tetapi tanggungjawab dari kedua orangtua. Selain sebagai sekolah pertama bagi anak – anaknya, perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam urusan rumah tangga. Manajemen keuangan, urusan keluarga, dan sebagainya dalam rumah tangga dipegang tanggung jawab oleh perempuan. Terlepas dari itu, dalam membina rumah tangga perempuan harus dibantu oleh seorang laki – laki sebagai pemimpinnya. Perempuan juga memiliki hak untuk berkarir dalam dunia pendidikan, politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya.


Umi Fadhilah (LPM Sinar, 21 April 2021)


Read more ...

Minggu, 11 April 2021

Pandemi Covid-19 Bukan Penghalang, BEM FIP Gelar LKMM 2021

 

Doc. LPM SINAR


Warta Sinar - Sabtu (10/4), kegiatan Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa (LKMM) Badan Kelengkapan Fakultas Ilmu Pendidikan (BK FIP) tegah dilaksanakan. Adapun tema yang diangkat yaitu "Membangun Integritas Badan Kelengkapan Fakultas Ilmu Pendidikan yang Berkualitas, Berkarakter dan Berjiwa Pemimpin." Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 10 dan 11 April 2021 di Gedung Auditorium lantai 1 yang dihadiri oleh seluruh Ketua Umum BK FIP.

Kegiatan LKMM ini merupakan agenda tahunan. Pada hari pertama, acara ini memfokuskan pada penyampaian materi, dan pada hari berikutnya difokuskan pada acara Sharing Hearing. Peserta yang mengikuti kegiatan ini harus membayar iuran sebesar Rp. 30.000,- per peserta yang diakumulasikan sebagai konsumsi selama 2 hari.

Meskipun diadakan pada saat pandemi, panitia yang bertugas sudah mematuhi protokol kesehatan yakni memakai masker, menjaga jarak dan menggunakan Hand Sanitizer. Moh. Hasan Basri, salah satu peserta mengatakan bahwa acara ini sudah memenuhi standar protokol kesehatan tersebut. Berbeda dengan Nurul Latifah, yang  mengatakan bahwa Ia tidak memperoleh Hand Sanitizer

“Saya sendiri tidak mendapatkan Hand Sanitizer ya, tadi bilang ada tapi saya tidak kebagian atau gimana kurang paham juga.” Terang Latifah.

Selain itu, ruangan yang digunakan terasa panas karena AC tidak berfungsi dengan baik. Para peserta juga menilai kegiatan ini mengalami kemoloran waktu, sebab dalam undangan tertulis pukul 8, namun pada kenyataannya acara ini baru dimulai pukul 9 pagi. Erika Januarti selaku ketua pelaksana menjelaskan bahwa pukul 8 memang digunakan untuk check in peserta dan pukul 9 pagi acara baru dimulai.

"Jam 8-9 itu check in. Hal ini diarenakan pengalaman tahun kemarin, kalau ada kegiatan pasti banyak molornya, menunggu peserta datang dan sebagainya," ujar Erika.

Kegiatan ini juga dipandang positif oleh semua peserta sebab ditujukan sebagai bentuk pembekalan kepada BEM, UKM dan HMP Fakultas Ilmu Pendidikan mengenai kepemimpinan dan integrasi antar UKM. Ridho Alfian Aulia El - Asy’ari selaku Gubernur Fakultas Ilmu Pendidikan periode 2021 menilai acara ini sangat bermanfaat dan berharap bahwa pandemi tidak mempengaruhi antusiasme mahasiswa dalam belajar khususnya mengenai kepemimpinan dalam berorganisasi.

"Semoga acara ini tidak mematahkan semangat teman-teman dalam berproses." Ujar Ridho. (Laa/Nis)

Read more ...

Kamis, 08 April 2021

BLANDONG

BLANDONG

Karya: Tri Utami




Kepulan asap rokok linting memenuhi ruangan kecil yang dipenuhi ventilasi dengan dinding rumah dari blabag (kulit kayu jati), dan beralaskan tanah yang membuat sesak paru-paru, ditambah ketika musim kemarau seakan memberi cambukan pada pernafasan dengan bantuan panasnya penguasa siang. Kopi pahit setengah gelas tersaji dihadapan laki-laki berumur 35 tahun yang kurus kering dan rambut sedikit gondrong dengan kebiasaannya bertelanjang dada, semakin memperlihatkan tulang rusuk yang bisa dihitung itu. Duduk dengan kaki terangkat diatas balai bambu sederhana yang terlihat usang dimakan waktu, dan tentu saja rayap, sambil sesekali matanya menerawang jauh ke atas mengikuti asap rokok yang dihembuskannya.

 “Tar, makan apa kita siang ini” Tanyanya kepada istri yang terlihat jutek bebek dengan mulut seperti terkuncir 5cm.

 “Ya makan seadanya, sambal korek dan tempe bosok kemarin!” Jawab istrinya judes.

 “Sambal korek lagi? Dengan lombok kering yang kau jemur hampir 10 kali sehari? Lihatlah perutku ini tar, kurus cembung kedalam, mungkin ususku ini sudah melilit kapanasan.” Kata Pardi sambil mengelus perut ratanya.

“Biarlah melilit kepanasan! Kalau perlu sampai putus pun aku tak peduli, kau sendiri  kerjaan diam saja dirumah mau minta makan enak, kau kira kita ini ambil pesugihan yang setiap saat dapat uang tanpa harus bekerja!” Bentak Tarmi, istri Pardi.

“Pesugihan? Ide bagus Tar, nanti kita kaya, kau dapat membeli apapun sesuka hatimu dan aku bisa beli motor seperti di film Anak Langit, ha ha ha ha.” Tawa pardi yang merasa lucu dengan ucapan Tarmi.

“Hah! Terserah terserah, imajinasimu terlalu tinggi dibarengi sifat malasmu yang melebihi orang gila.” Kata Tarmi marah-marah.

“Tar, cobalah sehari saja kau tidak marah, tidak mbrambyang (mengomel), pasti aku betah dirumah.” Kata Pardi sambil merebahkan tubuhnya diatas balai bambu.

“Istri mana yang tidak marah melihat suami kerjaannya hanya tidur, makan, merokok, tapi tetap saja memintah jatah!” Bentak Tarmi sambil melotot kearah pardi.

“Ha ha ha tenang saja Tar, sebentar lagi aku akan mendapatkan uang yang banyak untuk kau belanja dan membeli kalung incaranmu kemarin.” Kata Pardi meyakinkan istrinya.

Karepmu! (Terserah kamu) berkhayallah semau otakmu dibalai bambu reyot dan gapuk kesayanganmu itu.” Kata Tarmi berlalu sambil menghentakan kaki yang seakan mampu merobohkan gubuk kecil mereka.

 “Tar, Tar, cobalah panggil aku sayang sekali saja, aku dulu menikahimu karena aku tresno (Cinta) kamu.” Kata Pardi sambil melihat Tarmi.

 Namun perkataannya tak digubris Tarmi yang sudah jengah dengan gombalan ndesonya. Pardi yang melihat kelakuan istrinya hanya tersenyum pahit, sepahit kopi yang sedang ditenggaknya saat ini. 

Pardi, laki-laki 35 tahun yang dulu sempat merantau di Tanah Merah Cilegon, bekerja sebagai tukang bata yang berpenghasilan lumayan dibanding dengan sekarang. Namun ternyata keberuntungan disana tak selamanya berpihak pada Pardi, Bos batanya bangkrut dan seluruh pekerjanya terpaksa diberhentikan.

Begitupun dengan Pardi, yang lalu pulang ke kampung mengadu nasib dengan bekerja serabutan. Lagi-lagi Pardi tak memiliki keberuntungan di kampung yang mayoritas petani sedangkan Pardi tak memiliki keahlian di bidang itu, bukan hanya keahlian, sawah pun tak punya. Dari beberapa alasan itu ditambah dengan dirinya yang setiap hari disuguhi wajah cemberut yang terlihat asem Tarmi istrinya, mau tak mau mendorong Pardi untuk mencuri kayu jati milik pemerintah, yang harga pasaran kayu jati sangat menguntungkan. Tentu saja Pardi tak sendiri, tak akan mampu dia memikul kayu jati yang beratnya mencapai 1 ton dengan panjang 5 meter. Maka dari itu, dia mempunyai seorang teman untuk menemaninya menjadi seorang Blandong. Menjadi seorang Blandong yang tidak hanya mengandalkan kekuatan namun juga keberanian.

Pagi ini, Pardi pergi kerumah Tarmin yang rumahnya diseberang sepetak sawah depan rumahnya. Tarmin adalah teman kecil dan tentu saja teman blandongnya. Kedatangan Pardi sudah dapat ditebak oleh Tarmin yang sedang duduk didepan rumahnya dengan rokok sigaret kretek merk abal-abal dan juga teh panas pahit, sebab gula harganya mahal bagi keluarga kecil itu.

“Hoi,   Min,” Sapa Pardi dari kejauhan.

“Mendekatlah dulu baru kau menyapa.” Protes Tarmin, dengan wajah masam.

“Ha ha ha, yo yo sepurane (maaf).” Ucap Pardi dengan tawa renyahnya.

“Ada apa datang kemari?” Tanya Tarmin yang berusaha pura-pura tidak tahu maksud kedatangan Pardi

Bojomu (Istrimu) marah lagi kan?” Pardi dengan senyum tipis menebak keadaan rumah tarmin pagi ini, sebab keadaannya tak jauh berbeda dengan di rumahnya.

“Hem, Ya begitulah perempuan maunya pegang duit terus, belanja sesuka hati,  tak peduli suaminya kurus kering bagai kucing jalanan yang kelaparan.” Kata Tarmin agak pelan takut terdengar istri yang sedang mbrambyang (mengomel) tak karuan di belakang.

“Aku dengar! Tak usah kau bisik-bisik. Cari duit yang banyak, baru kau dapat pulang!” Teriak istri Tarmin dari jarak 10 meter. Pardi yang mendengar pertengkaran keluarga temannya hanya tertawa kecil, tak mengejek sebab itu sama saja mengejek dirinya sendiri.

“Sudahlah, daripada terus berdebat dengan ketua rumah lebih baik kita cari uang untuk membungkam mulut istri kita.” Kata Pardi menengahi.

“Mau cari uang dimana? Ke Cilegon lagi? Harga bata sedang merosot akhir-akhir ini daripada kita harus panas-panas bakar bata tapi duitnya tak sesuai, malas aku.” Pungkas Tarmin dengan membuang muka ke samping.

“Min Tarmin, aku mangkel (benci) dengan sifat malasmu itu, Ana catur mungkur (Tidak mau mendengarkan perkataan orang lain) sebelum aku berbicara.” Ungkap Pardi setengah kesal. Lalu mengambil rokok sigaret kretek yang hanya bersisa 1 batang.

“Jangan mudah tersinggung kau di, aku hanya berbicara fakta, sawah musim ini juga tidak bisa digarap. Lalu mau cari duit dimana kita?” Tanya Tarmin, dengan menghisap rokok nya.

“Jati alas lor sana besar-besar juga cukup umur Min, dan kulihat dari kemarin tidak ada polisi hutan yang berjaga, mungkin dipikir dekat dengan pedesaan makanya tak ada penjagaan ketat.” Kata Pardi bersungguh-sunguh.

“Kau yakin? 5 hari yang lalu si Tejo tertangkap sebab ketahuan mblandong jati disekitar alas lor dan sekarang sedang ditahan di kantor polisi.” Jawab Tarmin yang sedikit was-was.

“Yakin, sudahlah percaya padaku. Semua baik baik saja, Jati  alas lor sana jika dijual hasilnya mampu membeli gelang untuk istri dan anakmu.” Ucap Pardi meyakinkan Tarmin yang sedikit bimbang.

“Baiklah jam 2 nanti kita berangkat, lewat sawah mbah kinem saja, sawahnya sudah dibersihkan dan jauh lebih dekat.” Saran Tarmin setelah berpikir sedikit lama.

“Iyo, semoga Dhemit ora ndulit Setan ora doyan (Lepas dari marabahaya).” Jawab Pardi mantap.

Bersiap-siaplah mereka berdua untuk rencana malam nanti. Pardi dan Tarmin sudah terbiasa mblandong jati di daerah mereka, hanya alas yang dekat dengan kampung, sebab jika terlalu jauh maka akan kesusahan mengangkut kayu yang masih mereka angkut dengan cara dipikul depan dan belakang. Sudah beberapa kali pula Pardi dan Tarmin hampir tertangkap oleh Polisi hutan yang sedang bertugas, namun entah mengapa keberuntungan selalu menghampiri mereka berdua. Polisi hutan selalu saja kehilangan jejak mereka yang lari dengan cepat walau digelapnya malam ditambah rimbun pohon jati. Begitupun malam ini mereka berangkat dengan hati yang yakin dan berani, berbekal kapak dan juga air minum di botol aqua besar yang diisi sendiri, sebab istri mereka sudah terlelap sedari sore.

“Kresek kresek” Bunyi daun jati kering yang diinjak oleh dua orang manusia, ditambah suara binatang malam yang menjadi lagu penghilang takut. Bulan juga bersinar  sangat terang malam ini, hingga cahayanya menerobos ke dalam rimbunnya daun jati. Kapak mulai diayunkan ke pohon jati yang dirasa cukup besar dan sudah berumur.

“Duk duk duk” Bunyi yang dihasilkan memecah heningan malam dan membuat terbangun burung emprit yang bersarang di pohon jati itu. Butuh tenaga untuk menumbangkan pohon tersebut, maka mereka berganti-gantian mengayunkan kapak.

“Minumlah dulu kau di.” Ucap Tarmin yang melihat pardi ngos-ngos an.

“Hah, akan dapat untung banyak kita min, lihatlah kayu jati ini sangat bagus dan besar.” Kata Pardi berhenti mengayunkan kapak, lalu duduk dan meraih botol minum “Cleguk.. cleguk...cleguk..” Bunyinya

“Benar di, uangnya dapat kusumpalkan pada mulut Marni yang setiap hari marah-marah.” Kata Tarmin sambil beranjak berdiri meraih kapak yang digeletakkan oleh Pardi. Tarmin mulai mengayunkan kapak dengan tenaga penuh, berharap kayu jati dengan cepat bisa rubuh. Disaat pohon jati sudah setengah terpotong,

“Krek...” Terdengar seperti ranting yang terinjak oleh manusia, mereka diam sesaat dan saling berpandangan, lalu melihat sekeliling.

“Lariii min, lariii pencar pencar !!!!!” Teriak Pardi kepada Tarmin yang berlari kalang kabut dibelakangnya. Mereka tak memperdulikan lagi kaki yang menginjak ranting kayu yang tajam, atau tersabet ranting yang berduri. Mereka sudah tak merasakan sakit, yang ada dipikiran mereka adalah bersembunyi dari kejaran polisi hutan.

“Door.. door” Suara tembakan memembelah malam yang menunjukan pukul 3 dinihari.

“Berhenti....” Suara yang tak kalah nyaring dan keras itu menyarankan Pardi dan Tarmin untuk menyerah.

“Bajingan, Keparat!!!!!” Umpat Tarmin yang terus berlari dengan mata yang perih terbanjiri keringat. Sementara dua orang polisi hutan terus mengejarnya dengan mengacungkan senjata api dan siap untuk menembak

Namun“Duk Braaakk....”Tarmin terjatuh tersandung akar pohon, dan naas terdapat tunggak lancip (Bonggol pohon Jati) tepat diatas Tarmin dan menusuk perut kurusnya.

“Min, Tarminn!!!!” Teriak Pardi memanggil Tarmin yang sudah hilang suaranya.

“Aaaaaarrghhhh” timah panas polisi hutan itu menembus betis sebelah kiri Pardi yang langsung memuncratkan darah segar dari laki-laki kurus itu. Pardi  lantas tersungkur terkapar menahan sakit.

Keesokan harinya rumah Tarmin ramai dikunjungi tetangga dan sanak saudara dengan membawa beras dan kembang yang bertempat di baki kecil yang diatasnya ditaruh uang logam. Terlihat seorang wanita dan anak perempuan yang masih duduk di bangku SMP, dengan mata sembab menyalami tamu yang datang untuk berbela sungkawa. Sedangkan Pardi harus mendekam di sel tahanan kantor polisi dengan kaki kiri diperban dan muka serta tangan yang lebam penuh dengan sabetan ranting pohon, pikirannya kalut dan sesekali menyeka air matanya ditinggal sahabat kecilnya, ditambah dengan  perkataan dari istrinya tadi pagi sambil membawakan baju ganti dan juga sarapan, yang semakin menambah beban dan juga rasa bersalah.

“Anakmu akan lahir saat kamu masih di dalam penjara.”

Read more ...

Alamat Kami

Jln. Raya Telang - Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Trunojoyo Madura

Follow Us

Designed lpmsinar Published lpmsinar_fkipUtm