“Menulislah, apapun jangan pernah takut tulisanmu tidak
dibaca orang, yang penting tulis, suatu saat pasti berguna” Pramoedya Ananta Toer
Saya pernah merasakan betapa lesunya, karya sastra di kampus. Saat sebuah karya sastra
hanya mampu dihasilkan saat tugas kuliah atau ajang-ajang perlombaan dengan
embel-embel hadiah dan sertifikat. Itupun tidak banyak yang mengikutinya.
Lantas bagaimana, perkembangan sastra kita saat ini.? apakah hanya berkutat
pada sebuah pemaksaan dalam pembuatan karya satra? Itu tidak mungkin sekali
menurut saya. Seseorang mampu menulis karena ada beberapa faktor pertama
seseorang tersebut memang mencintai dalam bidang kepenulisan sastra, kedua karena
faktor penulis sendiri yang tak mempunyai bahan dalam kepenulisannya sehingga
enggan untuk menuliskan gagasanya.
“Dalam pengalaman saya, sesuatu terasa menjadi ruwet
sekali, ketika tidak mempunyai pengetahuan dalam bidang tersebut. Pelajaran
MIPA saya tidak memiliki kemampuan untuk menghafalkan rumus-rumus yang
sedemikian rupa. Sehingga tidak mampu untuk menyelesaikan. Karena itu bukan
bidang saya.”
Banyak dari sekian kaum akademisi kita tidak mampu menulis
karya satra, itu mungkin dikarenakan dari faktor kedua. Mereka tidak mempunyai
bahan (pengetahuan) dalam kepenulisannya dan menganggap ruwet seperti saya,
dalam mengerjakan pelajaran dibidang MIPA. Ibarat kata seorang penjajah yang
mau berperang tetapi tidak mempunyai senjata. Bisa kita tebak bagaimana kaum
akademisi kita, kalau mau menulis tetapi tidak mumpuni dalam kepenulisanya.
Mereka akan kesulitan sekali memulai menulis atau memilih kata (diksi) dan
menyatukannya, sehingga terbentuk suatu tulisan.
Banyak orang-orang yang menganggap bahwa menulis adalah
sebuah pekerjaan yang menyita waktu, atau malah menganggap bahwa menulis adalah
pekerjaan yang sudah digeluti sejak kita menempuh pendidikan paling mendasar
sampai jenjang perguruan tinggi. Dan mengangap menulis bersifat mudah. Maindset
itu juga yang berpengaruh besar bagi kalangan akademisi untuk enggan belajar
dalam menulis.
“Kita menulis karena kita mencintai kata-kata: bagaimana ia
terdengar, bagaimana ia menggetarkan pita suara kita, bagaimana ia membentuk
kalimat dan memberikan makna terhadap keberadaan kita. Kata-kata adalah bayi
yang kita lahirkan. Kita mestinya memperlakukan mereka sebaik-baiknya—tidak
dengan cara teledor.” As
Laksana
Jalan Senyap Sastraku
Sebuah karya sastra memang tak seheboh dengan karya-karya
lain dibidang teknologi maupun lainya yang mampu membuat sebuah perubahan
besar, namun pada waktu bencana tsunami di Aceh, seluruh penulis di Indonesia
beramai-ramai mengumpulkan puisi mereka untuk di kirimkan ke Aceh. Memang puisi
bukan sumbangan yang dibutuhkan oleh masyarakat Aceh yang kala itu lebih membutuhkan
bahan pokok makanan, pakaian, selimut dll. Tapi puisi setidaknya memberikan
bantuan imorill, membangkitkan semangat mereka yang terpuruk saat menghadapi
bencana alam.
Dengan pengolahan kata yang apik, penulis-penulis kita
mampu membuat emosi rakyat Aceh tergugah semangatnya untuk bangkit. Kata adalah
sebuah senjata yang mampu membuat setiap pembacanya merasakan sedih maupun
gembira. Hal itulah yang belum mampu dibaca oleh kaum akademisi kita saat ini
yang berada di kampus saya. Mereka masih enggan untuk menulis. “Ah entahlah
saya bermimpi bahwasanya nanti, entah kapan itu akedemisi di kampus saya
berlomba-lomba untuk membuah karya sastra.
“Menulislah, apapun jangan pernah takut tulisanmu tidak
dibaca orang, yang penting tulis, suatu saat pasti berguna” Pramoedya Ananta Toer
Itulah kata-kata Pram yang mampu membuat semangat kita
untuk menulis, alangkah baiknya kita berkenalan dahulu terhadap dunia sastra
kita, ada pepatah “Tak kenal maka tak sayang” itulah ungkapan bagi kita, kita
harus mengenal dunia sastra dahulu mengenal teorinya, mengenal tulisannya dan
segalanya tentang dunia sastra supaya kita mencintainya. Lalu kita mencoba untuk menulis sastra.
Mengapa kita tidak beramai-ramai saja membuat karya sastra
entah berupa cerpen, opini, essai, puisi dan lain-lain yang tulus dari hati
kita, bukan semata-mata hanya karena hal paksaan dari dosen atau seruan
perlombaan dengan iming-iming hadiah. Berikan sumbangan Indonesia setidaknya
dari karya terbaikmu.
“Satraku mungkin tidak akan senyap lagi kalau akademisi
kita sudah mencintai sastra. Itu impianku. Entahlah semoga saja cepat
terlaksana bukan sebuah pengapain yang absourd dan utopia belaka saja impian ku
ini.”
Oleh : Dwi
Prayoga S
nice post.
BalasHapusFamily Tree Maker Support
Family Tree Maker
FTM help center
Family Tree Maker 2019
Best genealogy software
Free family tree templates
Family book creator
Family Search
Family Tree Maker Troubleshooting and live chat
Ancestry Login
Family Tree Maker 2019 Review
Best genealogy websites for beginners
Install Family Tree Maker
Free printable family tree templates
nice post.
BalasHapusak blog
ak blog
deal with stress
earn money
best motivational quotes
digital marketing course
best health tips
ak blog
best general knowledge questions
best on page seo tips